Friday, December 9, 2016

Disney Princesses dan Feminisme

oleh: Dominique Audrey
Disney Princess bukanlah hal asing bagi orang dari segala kalangan usia. Disney Princess adalah salah satu konsep paling terkenal dan dianggap merepresentasikan perusahaan Disney sendiri. Konsep ini menceritakan tentang putri-putri yang awalnya memang keturunan kerajaan atau karena satu dan lain hal berakhir sebagai putri kerajaan.
Seiring berjalannya waktu, Disney menggambarkan banyaknya perubahan-perubahan yang tampak dari karakter para putri-putri tersebut dalam film-filmnya. Sebagian orang mungkin tidak menyadari bahwa perubahan-perubahan ini sebenarnya menunjukan salah satu kemajuan dan perubahan zaman yang merupakan hasil dari gerakan feminisme.
Feminisme sendiri adalah gerakan yang dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak wanita agar setara dengan pria. Penggambaran para putri-putri Disney pada awal munculnya Disney Princess sangatlah jauh dari kata feminisme karena saat film pertama, “Snow White”, dibuat dan ditayangkan, derajat wanita masih belum setara dengan pria.
Kalau dilihat dari sisi historis, saat film “Snow White” muncul pada tahun 1937, hak wanita untuk memberi suara dalam pemilihan bahkan belum mencapai 2 dekade. Pada saat itu gerakan feminisme sudah ada tetapi belum diaplikasikan secara ketara seperti saat ini. Sehingga, masih banyak terdapat hal-hal yang menunjukkan ketidaksetaraan antara pria dan wanita. Sebagian orang mungkin hanya menganggap bahwa film-film ini hanya kartun penghibur anak-anak terutama anak perempuan. Tetapi sebenarnya banyak pesan moral hingga hal-hal yang menunjukkan hasil dari gerakan feminisme dalam film-film tersebut. Sekarang kami akan membahas perubahan gambaran tersebut.
Snow White adalah putri pertama buatan Disney. Dalam film ini ketara sekali bahwa wanita perannya adalah membersihkan rumah yang tampak pada saat Snow White kabur dari istana dan saat sampai ke rumah di tengah hutan, yang ia laukan adalah membersihkan rumah tersebut. Snow White juga tidak digambarkan memiliki kemampuan lain selain membersihkan rumah dan memiliki karakter lemah yang tidak dapat membela diri sendiri ataupun menyuarakan pendapatnya.
Film ini juga menggambarkan yang penting dari wanita hanyalah tampang rupawan. Hal ini tampak dari peran tokoh antagonis yang merupakan ibu tiri Snow White yang kerap bertanya pada cermin ajaib siapakah wanita paling cantik rupawan dan kemudian iri kepada Snow White karena cermin menjawab bahwa Snow White wanita paling cantik rupawan. Keinginan yang begitu besar untuk menjadi wanita tercantik inilah yang menjadi sumber masalah dari film Snow White. Film ini sangat bertentangan dengan feminisme.
                 
Film kedua Disney Princess adalah “Cinderella” dan film ini juga menceritakan bahwa perempuan memang tugasnya berada di rumah. Seperti membersihkan rumah dan memasak yang tidak menunjukan feminisme sama sekali. Pola ini masih berlanjut hingga film ketiga yaitu “Sleeping Beauty” yang menceritakan tentang Putri Aurora. Putri Aurora dapat dibilang putri terlemah dalam jajaran Disney Princess karena benar-benar pasrah oleh suatu kutukan yang bisa diartikan sebagai nasib dan benar-benar tidak melakukan apapun untuk mengubahnya. Sikap pasif ini sangat menunjukkan bahwa wanita lemah dan tidak punya kemauan untuk menuntukan nasibnya sendiri.
Tetapi ini semua berubah saat film Disney yang keempat yaitu “The Little Mermaid” yang rilis pada tahun 1989. Sebuah era baru dalam Disney Princess terjadi. Dalam film ini diceritakan bahwa Putri Ariel menyuarakan keinginannya untuk keluar dari istana dan menjadi manusia. Keingian ini semakin kuat saat ia jatuh cinta dengan seorang manusia. Niatnya ini dibarengi dengan usahanya sampai rela memberikan suara nya hingga ia tidak dapat bicara untuk mencapai keinginannya.
Film ini menggambarkan usaha yang ingin diraih seorang wanita dan usaha-usahanya untuk mencapinya. Walaupun faktor pendorongnya adalah seorang pria, hal ini tetap menunjukkan feminisme karena Putri Ariel tau apa yang ia inginkan untuk dirinya sendiri dan juga mengejar impian dan cinta sejatinya.
Film lain Disney yang menunjukan feminisme secara ketara adalah “Mulan”. Di saat semua pria diwajibkan untuk mengikuti wajib militer untuk perang membela negara, Mulan tidak ingin ayahnya, yang merupakan satu-satunya pria dalam rumah tangga dan sudah lanjut usia, untuk mengikuti perang tersebut. Mulan menggantikan ayahnya dengan menyamar sebagai pria dan mengikuti latihan militer dengan pria-pria lain dan merupakan satu-satunya wanita. Pada saat latihan Mulan menunjukkan bahwa ia dapat melakukan semua latihan-latihan fisik yang dapat dilakukan pria bahkan lebih baik dari pria, hal ini menunjukkan bahwa wanita dapat melakukan hal-hal yang sama dengan pria dan semakin menegaskan kesetaraan gender.
Film Disney Princess yang paling menunjukkan feminisme dewasa ini adalah “Frozen”. “Frozen” menunjukkan bahwa untuk menjadi ratu yang kuat dan bermartabat, tidak memerlukan seorang raja untuk mendampingi. Film ini tidak mengajarkan bahwa wanita tidak perlu pria sama sekali. Tetapi film ini menggambarkan bahwa untuk menjadi wanita yang sukses dalam bidangnya, tidak selalu dibutuhkan seorang pria untuk mendampinginya. Wanita adalah mahluk mandiri yang dapat berdiri sendiri dan dapat mencapai posisi tertinggi dalam bidangnya. Frozen juga menunjukkan karakter wanita yang dapat mengatasi ketakutannya sendiri, yaitu kekutantan untuk membuat salju dan es, sehingga akhirnya dapat mencapai impiannya.  
Film-film Disney bukanlah hanya hiburan semata. Tidak mengherankan Disney Princess digemari segala kalangan dan usia karena selain menghibur, Disney Princess dapat mengajarkan banyak aspek lainnya dan mengikuti perubahan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
“Feminism and the Disney Princesses.” The Artifice. Last modified July 13, 2015.  http://the-artifice.com/feminism-disney-princesses/

6 comments: