Monday, December 19, 2016

Feminisme dan Kekeliruannya serta Kaitannya dengan Hubungan Internasional

12/19/2016 12:24:00 PM
oleh: Mutiara Christy
Sebelum terlalu jauh membahas mengenai feminisme. Akan lebih baik apabila pemahaman kita semua terhadap perbedaan konsep jenis kelamin dan gender menjadi sama. Karena hingga saat ini masih banyak yang mengira atau beranggapan bahwa jenis kelamin (bahasa inggris: sex) dan gender merupakan hal yang sama. Padahal kedua hal ini tidaklah sama. Maka apabila kita tidak memahami konsep jenis kelamin dan gender ini dengan baik, maka akan sulit untuk memahami gerakan feminisme ini. Maka, akan langsung dijelaskan saja apa perbedaan jenis kelamin dan gender.
Untuk mempermudah pemahaman, kami langsung memberi garis besar perbedaan kedua hal ini, yaitu : jenis kelamin adalah pembagian orang berdasarkan ciri biologis tertentu, sementara gender adalah sifat yang melekat pada jenis kelamin yang dibentuk oleh kondisi sosial, budaya, dan lingkungan. Contohnya: jenis kelamin membedakan laki-laki dan perempuan berdasarkan fungsi reproduksinya, seperti laki-laki membuahi dan perempuan dibuahi. Sementara gender membedakan laki-laki dan perempuan berdasarkan sifat yang melekat pada jenis kelamin terntentu, misalnya seperti laki-laki dikenal sebagai sosok yang tegas dan kuat, sementara perempuan dikenal sebagai sosok yang lemah lembut dan sensitif.
Sehingga apabila orang-orang diluar sana masih beranggapan bahwa jenis kelamin dan gender merupakan hal yang sama, maka hal itu rancu sekali untuk menentukan pemahaman mereka terhadap isu yang menyangkut jenis kelamin dan gender.
Jika dilihat dari kacamata orang-orang awam yang hidup di era modern kini, feminisme sepengetahuan mereka hanyalah mengenai gerakan penyamarataan hak-hak perempuan. Dimana yang mereka ketahui, feminisme ini lebih menekankan dimana perempuan harus disamakan haknya dengan laki laki. Feminisme tidak berbeda dengan kata emansipasi wanita.
Meskipun memang pengertian orang awam mengenai hal ini tidak sepenuhnya salah, tetapi apabila kita pahami sejarah dan latar belakang feminisme yang kini sudah berkembang selama 2 abad terakhir, maka feminisme tidaklah sesederhana itu.
Feminisme sendiri, menurut Rosemarie Tong didalam bukunya “Feminist Thought” menjelaskan bahwa ada 8 cabang dari feminisme. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam melakukan pendekataan fenomena feminisme itu sendiri. Berikut ini adalah ke 8 cabang teori feminisme menurut Rosemarie.
  1. Liberal Feminism
  2. Radical Feminism: Libertarian and Cultural Perspectives
  3. Marxist and Socialist Feminism: Classic and Temporary
  4. Phsycoanalitic Feminism
  5. Care-focused feminism
  6. Multicultural, Global, and Postcolonial Feminism
  7. Ecofeminism
  8. Postmodern and Third Wave Feminism
Dari sekian banyak jenis-jenis feminisme, dapat kita ketahui bahwa feminisme sudah berkembang jauh dari yang semula hanya mengatasnamakan diri mereka gerakan penyamarataan hak wanita. Maka apabila kita hanya memandang feminisme dengan cara pandang yang sempit, akan timbul pendapat yang skeptis, dan cenderung penolakan. Pada dasarnya sama seperti pepatah “tak kenal maka tak sayang.”  Banyak sekali orang yang menyalah artikan dan menolak konsep feminisme karena mereka belum kenal apa yang disebut feminisme.
Seperti contohnya gerakan liberal feminisme. Liberal feminisme pada intinya menekankan pada rasionalitas pembedaan hak-hak pribadi dan publik. Mereka pemegang paham feminisme liberal percaya bahwa kebebasan seseorang atas haknya akan dapat diwujudkan apabila kehidupan pribadi dan publik tidak dicampuradukkan. Golongan ini percaya bahwa suatu negara yang pemerintahnya didominasi laki-laki akan menciptakan negara yang maskulin. Dan seperti kasus pada umumnya, perempuan hanya sekedar menjadi pajangan dalam upacara seremonial tanpa peran penting.
Banyak kekeliruan lainnya dalam hal feminisme seperti anggapan bahwa seorang feminis pasti  membenci keberadaan laki-laki dominan, seorang feminis harus merendahkan posisi laki-laki dalam rangka menyamaratakan hak-hak, gerakan feminisme hanya bisa dilakukan perempuan, seorang feminis sejati pasti ateis, seorang feminis pasti tidak percaya pernikahan, dan lain sebagainya.
Akhirnya banyak orang yang mulai sadar bahwa feminisme bukanlah suatu gerakan yang ditujukan untuk merendahkan martabat laki-laki demi menyamakannya dengan wanita. Tetapi mereka mulai paham bahwa feminisme adalah suatu gerakan kolaboratif dan harmonis (yang bisa dilakukan pria dan wanita) untuk membentuk tatanan sosial yang saling melengkapi dengan kesetaraan hak diantara keduanya.
Dengan munculnya kesadaran-kesadaran ini, banyak orang mulai mengerti dan mendukung feminisme dengan penuh semangat. Contohnya dalam pencalonan Hilary Clinton. Kaum feminis percaya bahwa dengan adanya calon presiden Amerika Serikat wanita, mereka yakin bahwa kini setidaknya sudah ada contoh  nyata bahwa ternyata wanita sudah memiliki hak dan kesempatan yang sama dengan laki-laki. Di Indonesia sendiri memang sudah pernah memiliki presiden wanita pertamanya, yaitu Megawati Soekarnoputri. Meskipun dahulu isu feminisme belum sepopuler sekarang, Indonesia dalam hal ini sudah terlebih dahulu menerima wanita sebagai pimpinan negara, meskipun hanya untuk waktu yang tidak lama. Kedua contoh itu membuktikan bahwa gerakan feminisme selama ini membuahkan hasil.
Meskipun kedua contoh tersebut memberikan kita gambaran bahwa pandangan feminisme sudah mulai diterima masyarakat, kita harus tetap berempati karena banyak wanita-wanita diluar sana (khusunya di daerah Afrika dan Timur Tengah) yang masih dengan susah payah, berjuang mendapatkan hak-haknya sebagai seorang wanita yang utuh. Keberhasilan beberapa contoh gerakan feminisme bukanlah akhir dari feminisme itu sendiri, tetapi menjadi motivasi untuk lebih menyebarkan paham ini untuk membuka pikiran masyarakat lain agar dapat menerima feminisme juga.
Seiring perkembangan zaman, feminisme juga menjadi salah satu teori dalam hubungan internasional, yaitu menjadi salah satu bagian dari post-positivisme yang dapat menjelaskan isu-isu terkini hubungan internasional. Feminisme sebagai teori dalam hubungan internasional menjelaskan bagaimana negara bertindak serta hubungan suatu negara kaitannya dengan gender pemimpin negara tersebut, tidak hanya itu, bagaimana negara membuat kebijakan yang dipengaruhi oleh adanya gender-gender, sehingga feminisme juga diperhatikan oleh ahli-ahli dalam ilmu hubungan internasional.

DAFTAR PUSTAKA
Tong, Rosemarie. 2009.  Feminist Thought. Colorado : Westview Press
Jackson, Robert, dan Georg Sorensen. 2013. Introduction to International Relation. Oxford: Oxford University Press.

What's up SDGs?

12/19/2016 12:10:00 AM
oleh: Alifa Shalsabilla Rizkia Q. 

         Apa kabar SDGs? Tetapi sebelumnya, apakah kalian mengenal SDGs? 

Sustainable Development Goals (SDGs) adalah tujuh belas pencapaian dalam agenda pembangunan oleh Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemaslahatan kehidupan manusia dalam kurun waktu yang telah ditentukan. SDG merupakan pencapaian lanjutan dari Millennium Development Goals (MDGs) yang mulai dilaksanakan sejak tahun 2000. SDG sendiri mulai diterbitkan sejak 21 Oktober 2015 dan menjadi agenda pembangunan negara-negara yang menyepakati hingga tahun 2030. 

Tujuh belas pencapaian beserta beberapa perkembangan dari pencapaian tersebut adalah:

1 Pemberantasan kemiskinan. Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya di semua tempat. Perkembangan dari pencapaian pertama ini adalah terjadi penurunan dari 28% (tahun 2002) menjadi 10,2% (tahun 2015) pekerja di dunia dengan penghasilan kurang dari $1.90 per hari.

2 Pengentasan kelaparan. Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan perbaikan nutrisi, serta menggalakkan pertanian yang berkelanjutan. Perkembangan dari pencapaian ini adalah secara global, angka prevalansi kelaparan menurun dari 15% antara tahun 2000 sampai 2002 menjadi 11% antara tahun 2014 sampai 2016. 

3 Kehidupan yang sehat. Menggalakkan hidup sehat dan mendukung kesejahteraan untuk semua usia. Perkembangan dari pencapaian ini adalah maternal mortality ratio atau angka kematian ibu hamil yang menurun sebesar 37%. 

4 Pendidikan berkualitas. Menjamin pendidikan yang adil dan berkualitas, serta mendukung kesempatan untuk belajar dengan stabil disepanjang hidup untuk semua orang tanpa kecuali. Pada pencapaian ini, penyelesaian pendidikan dasar di negara maju dan negara berkembang telah melebihi angka 90% pada tahun 2013.

5 Kesetaraan gender. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan. Perkembangan dari pencapaian ini dapat dilihat dari secara global, partisipasi perempuan dalam parlemen meningkat menjadi 23% pada tahun 2016. 

6 Air bersih dan sanitasi. Menjamin akses atas air dan sanitasi untuk semua. Perkembangan dalam pencapaian ini ditandai dengan meningkatnya populasi dunia yang menggunakan fasilitas sanitasi yang telah berkembang, dari 59% (tahun 2000) menjadi 68%.

7 Energi Yang Bersih dan Murah. Menjamin akses pada energi yang murah, dapat diandalkan, berkelanjutan dan modern untuk semua. Pencapaian ini berkembang dengan ditandai konsumsi dan pemanfaatan energi terbarukan   (energi panas bumi, energi panas matahari, energi angin, energi air, dan lainnya) secara global yang meningkat dari 17.4% pada tahun 2000 menjadi 18.1% pada tahun 2012. 

8 Pekerjaan yang layak & pertumbuhan ekonomi. Mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan untuk semua, dimana terdapat pekerjaan yang layak bagi yang membutuhkannya. Perkembangan pada pencapaian ini dapat dilihat dari peningkatan produktivitas tenaga kerja yang juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Produktivitas tenaga kerja rata-rata meningkat sebanyak 6.7% per tahun di negara-negara Asia Timur. Di negara berkembang terjadi peningkatan GDP yang lebih besar dari negara maju yaitu 3.1% di negara berkembang dan 1.3% di negara maju pada tahun 2014. 

9 Industri, inovasi, infrastruktur. Membangun infrastruktur yang tahan perubahan, mendukung industrialisasi yang berkelanjutan, dan membantu inovasi. Perkembangan pencapaian ini ditandai dengan meningkatnya sumbangan nilai tambah dari industri-industri kecil di negara berkembang, yaitu 15% sampai 20% .

10 Mengurangi kesenjangan. Mengurangi kesenjangan dalam sebuah negara dan antara negara-negara. Mengurangi kesenjangan antar negara-negara dapat dengan bantuan pembangunan oleh negara-negara maju kepada negara-negara berkembang dan juga dengan meningktakan Pendapatan Nasional Bruto (PNB). 

11 Kota kota dan komunitas yang berkelanjutan. Menciptakan kota-kota yang aman untuk semua, tahan terhadap perubahan, dan berkelanjutan. Pembangunan perkotaan yang berkelanjutan dan terkoordinasi dimulai dengan adanya kebijakan nasional dan rencana pembangunan regional. Pada tahun 2015, 142 negara telah memiliki kebijakan perkotaan nasional. 

12 Konsumsi dan produksi yang bertanggung-jawab. Menjamin konsumsi dan mendukung pola pola produksi yang berkelanjutan. Termasuknya adalah dengan mengadakan Konvensi Basel, dan jumlah peserta yang tergabung dalam konvensi tersebut meningkat secara signifikan antara tahun 2002-2015, dengan jumlah 183 peserta pada saat ini.

13 Beraksi untuk iklim. Mengambil langkah & tindakan darurat yang diperlukan untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya. United Nations Framework Convention on Climate Change yang ditanggapi oleh negara-negara merupakan suatu upaya untuk mengatasi isu-isu lingkungan yang berkaitan dengan perubahan iklim. 

14 Kehidupan bawah air. Melestarikan dan menjaga sumber daya laut untuk pembangunan yang berkelanjutan. Antara tahun 2000-2016 tempat perlindungan keanekaragaman hayati di laut telah meningkat dari 15% menjadi 19%.

15 Kehidupan di darat. Melindungi mengembalikkan, dan mempromosikan kegunaan berkelanjutan dari ekosistem makhluk hidup, pengaturan hutan yang berkelanjutan, memerangi disertifikasi, memberhentikan dan melestarikan degradasi daratan, dan memberhentikan kepunahan keanekaragaman hayati. Global net loss menurun dari 7,3 juta hektar per tahun pada tahun 1990an menjadi 3,3 juta hektar pertahun antara tahun 2010-2015. 

16 Perdamaian, keadilan, dan institusi yang kuat. Mempromosikan masyarakat yang damai dan inklusif  untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses terhadap keadilan bagi semua dan membangun institusi yang efektif, akuntabel dan inklusif disemua tingkatan. Perkembangan dari pencapaian ini dibuktikan dengan proporsi dari negara-negara dengan lembaga nasional Hak Asasi Manusia menjadi dua kali lipat selama lima belas tahun terakhir. 

17 Firma untuk pencapaian. Memperkuat implementasi dan menghidupkan kembali kemitraan global untuk pembangunan yang berkelanjutan. Dengan meningkatkan dukungan untuk negara-negara berkembang dan negara-negara yang kurang berkembang. 

Pemaparan diatas adalah perkenalan singkat tentang SDGs dan juga perkembangan SDGs secara singkat, karena SDGs merupakan agenda penerus MDGs maka kedua hal tersebut berkaitan. Untuk mengetahui SDGs serta perkembangannya lebih lanjut silahkan kunjungi official website di https://sustainabledevelopment.un.org. Mari berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung untuk kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia! c: 


DAFTAR PUSTAKA


Sunday, December 18, 2016

Sepotong kue bernama Marxisme

12/18/2016 01:20:00 PM
oleh: Alifa Shalsabilla Rizkia Q. 


Apa itu marxisme? Apakah itu sepotong kue bertabur coklat berlapis krim keju yang baru saja diangkat dari oven? Bisa jadi. Apa hubungannya dengan hubungan internasional? Di sini kami akan membahas hal tersebut lebih lanjut.  
    

Apakah kamu mengenal tokoh yang ada di foto tersebut? Ya! Beliaulah Karl Marx penulis buku Das Kapital dan penggagas teori marxisme. Dalam bukunya tersebut, Ia membahas sistem kapitalis yang menurutnya mempengaruhi struktur sosial masyarkat. 

Berdasarkan sejarah, sistem kapitalis pada awalnya muncul akibat dari revolusi industri yang terjadi mulai abad ke-18 di Eropa dan Amerika  karena ditemukannya mesin uap atau  steam engine yang dapat meningkatkan produktivitas. Sehingga revolusi industri ini membuat peradaban manusia mulai berubah, tidak lagi menjadi penduduk agraris, namun bergeser menjadi peradaban industri dengan peran-peran manusia dalam industri yang digantikan oleh mesin. Tidak hanya itu, migrasi dari desa ke kota juga akibat dari adanya revolusi industri, sehingga menciptakan masyrakat kota. 

Revolusi industri tersebut memunculkan sistem  kapitalis, yaitu sistem sirkulasi uang dengan uang yang dihasilkan lebih besar daripada modal. Dengan sistem tersebut, tentu pemilik modal atau faktor industri ingin menekan modal atau biaya pengeluaran tetapi ingin mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya, sehingga pemilik modal dan faktor industri tersebut mengeksploitasi tenaga pekerja kasar di industri atau yang biasa disebut buruh. Tentu saja meskipun mesin sudah menggantikan peran manusia, tetap dibutuhkan manusia untuk menjalankan mesin tersebut bukan? Selain itu manusia juga dibutuhkan untuk mobilisasi sumber daya.

Berdasarkan buku Marx, sistem kapitalis membuat masyrakat terbagi menjadi kelas borjuis (pemilik modal) dan proletar (buruh). Buku Karl Marx mengkritisi sistem kapitalis dan membahas potensi revolusi yang dilakukan oleh masyrakat dari kelas proletar untuk memperbaiki hidupnya yang dieksploitasi oleh masyarakat dari kelas borjuis. 

Adanya suatu kelas sosial, perubahan struktur sosial dan pergerakan sosial merupakan bahasan-bahasan dalam sosiologi. Sehingga tentu saja pemikiran Marx yang disampaikannya melalui buku tersebut berkaitan dengan sosiologi, namun apa kaitannya pemikiran Marx ini terhadap Hubungan Internasional? Apakah pemikirannya  tersebut dapat menjelaskan fenomena atau hubungan internasional? Tentu saja, ya.

Dalam hubungan internasional, pemikiran Marx tersebut disebut dengan Marxisme.  Karena perkembangan ilmu dalam hubungan internasional (Yay! Thanks to IR Scholars!), Multinational Corporation (MNC) mulai menjadi salah satu aktor dalam hubungan internasional. Adanya MNC mempengaruhi perekonomian suatu negara dan tentu saja ekonomi menjadi salah satu aspek yang diperhatikan dalam menentukan kebijakan politik dan kebijakan luar negeri suatu negara. Sehingga munculah Grand Theory baru dalam hubungan internasional, yaitu International Political-Economy (IPE). 

IPE merupakan teori induk dari marxisme. Revolusi industri merupakan salah satu faktor adanya MNC yang menjamur di negara-negara berkembang. Maka marxisme dapat menjelaskan fenomena atau hubungan internasional yang berkaitan dengan kebijakan suatu negara yang dipengaruhi oleh MNC, adanya kelas kapitalis suatu negara yang bersaing dengan negara lainnya, adanya suatu kelas masyarakat internasional, kegiatan masyarakat ekonomi yang mempengaruhi hubungan suatu negara dengan negara lain, globalisasi ekonomi karena adanya penyebaran MNC dari suatu negara ke negara lainnya, eksploitasi sumber daya untuk faktor ekonomi, kesenjangan ekonomi dalam suatu negara dan hubungan antar negara yang dipengaruhi oleh MNC serta aktor-aktor pendukung MNC tersebut. 

Seiring berkembangnya zaman, tentu saja teori marxisme ini juga berkembang, menjadi satu teori baru yang diadaptasi dari teori lama, yaitu Teori Neo-marxisme. Berkembang dari teori sebelumnya, neo-marxisme mengakui adanya sistem internasional yang dipengaruhi oleh MNC atau pemilik modal sehingga menciptakan kelas-kelas suatu negara, yaitu Core, Semi Periphery, dan Periphery atau yang lebih dikenal dengan negara dunia pertama, negara dunia kedua dan negara dunia ketiga, atau dapat pula negara maju, negara berkembang dan negara miskin, dengan teori ini juga dapat membandingkan kesenjangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat suatu negara dengan negara lainnya. 

Jadi, apa hubungannya marxisme dengan sepotong kue? Ibaratkan sepotong kue adalah  marxisme, sebuah teori untuk menjelaskan suatu fenomena atau hubungan internasional yang merupakan satu dari banyak teori lainnya. Sepotong kue dari sebuah kue yang lebih besar! 

DAFTAR PUSTAKA

Marx, Karl. Das Kapital: Kritik der politischen Ökonomie. Jerman: Gateway Editions, 1996. 

Jackson, Robert, and Georg Sorensen. Introduction to International Relation. Oxford: Oxford University Press, 2013.

"Industrial Revolution." History.com. Terakhir dimodifikasi pada tahun 2009. http://www.history.com/topics/industrial-revolution 


Friday, December 9, 2016

Disney Princesses dan Feminisme

12/09/2016 09:41:00 PM
oleh: Dominique Audrey
Disney Princess bukanlah hal asing bagi orang dari segala kalangan usia. Disney Princess adalah salah satu konsep paling terkenal dan dianggap merepresentasikan perusahaan Disney sendiri. Konsep ini menceritakan tentang putri-putri yang awalnya memang keturunan kerajaan atau karena satu dan lain hal berakhir sebagai putri kerajaan.
Seiring berjalannya waktu, Disney menggambarkan banyaknya perubahan-perubahan yang tampak dari karakter para putri-putri tersebut dalam film-filmnya. Sebagian orang mungkin tidak menyadari bahwa perubahan-perubahan ini sebenarnya menunjukan salah satu kemajuan dan perubahan zaman yang merupakan hasil dari gerakan feminisme.
Feminisme sendiri adalah gerakan yang dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak wanita agar setara dengan pria. Penggambaran para putri-putri Disney pada awal munculnya Disney Princess sangatlah jauh dari kata feminisme karena saat film pertama, “Snow White”, dibuat dan ditayangkan, derajat wanita masih belum setara dengan pria.
Kalau dilihat dari sisi historis, saat film “Snow White” muncul pada tahun 1937, hak wanita untuk memberi suara dalam pemilihan bahkan belum mencapai 2 dekade. Pada saat itu gerakan feminisme sudah ada tetapi belum diaplikasikan secara ketara seperti saat ini. Sehingga, masih banyak terdapat hal-hal yang menunjukkan ketidaksetaraan antara pria dan wanita. Sebagian orang mungkin hanya menganggap bahwa film-film ini hanya kartun penghibur anak-anak terutama anak perempuan. Tetapi sebenarnya banyak pesan moral hingga hal-hal yang menunjukkan hasil dari gerakan feminisme dalam film-film tersebut. Sekarang kami akan membahas perubahan gambaran tersebut.
Snow White adalah putri pertama buatan Disney. Dalam film ini ketara sekali bahwa wanita perannya adalah membersihkan rumah yang tampak pada saat Snow White kabur dari istana dan saat sampai ke rumah di tengah hutan, yang ia laukan adalah membersihkan rumah tersebut. Snow White juga tidak digambarkan memiliki kemampuan lain selain membersihkan rumah dan memiliki karakter lemah yang tidak dapat membela diri sendiri ataupun menyuarakan pendapatnya.
Film ini juga menggambarkan yang penting dari wanita hanyalah tampang rupawan. Hal ini tampak dari peran tokoh antagonis yang merupakan ibu tiri Snow White yang kerap bertanya pada cermin ajaib siapakah wanita paling cantik rupawan dan kemudian iri kepada Snow White karena cermin menjawab bahwa Snow White wanita paling cantik rupawan. Keinginan yang begitu besar untuk menjadi wanita tercantik inilah yang menjadi sumber masalah dari film Snow White. Film ini sangat bertentangan dengan feminisme.
                 
Film kedua Disney Princess adalah “Cinderella” dan film ini juga menceritakan bahwa perempuan memang tugasnya berada di rumah. Seperti membersihkan rumah dan memasak yang tidak menunjukan feminisme sama sekali. Pola ini masih berlanjut hingga film ketiga yaitu “Sleeping Beauty” yang menceritakan tentang Putri Aurora. Putri Aurora dapat dibilang putri terlemah dalam jajaran Disney Princess karena benar-benar pasrah oleh suatu kutukan yang bisa diartikan sebagai nasib dan benar-benar tidak melakukan apapun untuk mengubahnya. Sikap pasif ini sangat menunjukkan bahwa wanita lemah dan tidak punya kemauan untuk menuntukan nasibnya sendiri.
Tetapi ini semua berubah saat film Disney yang keempat yaitu “The Little Mermaid” yang rilis pada tahun 1989. Sebuah era baru dalam Disney Princess terjadi. Dalam film ini diceritakan bahwa Putri Ariel menyuarakan keinginannya untuk keluar dari istana dan menjadi manusia. Keingian ini semakin kuat saat ia jatuh cinta dengan seorang manusia. Niatnya ini dibarengi dengan usahanya sampai rela memberikan suara nya hingga ia tidak dapat bicara untuk mencapai keinginannya.
Film ini menggambarkan usaha yang ingin diraih seorang wanita dan usaha-usahanya untuk mencapinya. Walaupun faktor pendorongnya adalah seorang pria, hal ini tetap menunjukkan feminisme karena Putri Ariel tau apa yang ia inginkan untuk dirinya sendiri dan juga mengejar impian dan cinta sejatinya.
Film lain Disney yang menunjukan feminisme secara ketara adalah “Mulan”. Di saat semua pria diwajibkan untuk mengikuti wajib militer untuk perang membela negara, Mulan tidak ingin ayahnya, yang merupakan satu-satunya pria dalam rumah tangga dan sudah lanjut usia, untuk mengikuti perang tersebut. Mulan menggantikan ayahnya dengan menyamar sebagai pria dan mengikuti latihan militer dengan pria-pria lain dan merupakan satu-satunya wanita. Pada saat latihan Mulan menunjukkan bahwa ia dapat melakukan semua latihan-latihan fisik yang dapat dilakukan pria bahkan lebih baik dari pria, hal ini menunjukkan bahwa wanita dapat melakukan hal-hal yang sama dengan pria dan semakin menegaskan kesetaraan gender.
Film Disney Princess yang paling menunjukkan feminisme dewasa ini adalah “Frozen”. “Frozen” menunjukkan bahwa untuk menjadi ratu yang kuat dan bermartabat, tidak memerlukan seorang raja untuk mendampingi. Film ini tidak mengajarkan bahwa wanita tidak perlu pria sama sekali. Tetapi film ini menggambarkan bahwa untuk menjadi wanita yang sukses dalam bidangnya, tidak selalu dibutuhkan seorang pria untuk mendampinginya. Wanita adalah mahluk mandiri yang dapat berdiri sendiri dan dapat mencapai posisi tertinggi dalam bidangnya. Frozen juga menunjukkan karakter wanita yang dapat mengatasi ketakutannya sendiri, yaitu kekutantan untuk membuat salju dan es, sehingga akhirnya dapat mencapai impiannya.  
Film-film Disney bukanlah hanya hiburan semata. Tidak mengherankan Disney Princess digemari segala kalangan dan usia karena selain menghibur, Disney Princess dapat mengajarkan banyak aspek lainnya dan mengikuti perubahan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
“Feminism and the Disney Princesses.” The Artifice. Last modified July 13, 2015.  http://the-artifice.com/feminism-disney-princesses/

Misconception about International Relation

12/09/2016 09:10:00 PM
by: Jevon Natashya T.

Macintosh HD:Users:jevonnatashya:Pictures:iPhoto Library.photolibrary:Masters:2016:12:05:20161205-153419:2016_03_31_1983_1459421720._large.jpg

    As you know, International Relations or you can make it short by IR is the academic subject that has “International” on the name. Many people think, that International Relation talk about “law, international, global” and they think that after we get Bachelor of Arts in International Relations, we can be a diplomat or representative in United Nations and another else. Spesifically in Indonesia, many Indonesians don’t know about IR studies, because they only think about “International”, that make it “prestige one”. Many of students in 12th grade, specially don’t know about this studies that think about all things, not only about Law, Language, International, and Global. Sorry for tell it, many students choose International Relations (IR) studies, that they don’t want to study about maths or economics again. There are all the misconception from IR studies.
    From the misconception that I tell it before, I will introduce you about International Relations. IR or the shortname from International Relations is the studies that define about the study of relationship and interaction between countries, including the activities and international policies of national governments, international organizations (IGOs), nongovernmental organizations (NGOs), and multinational corporations (MNCs).
    After the definition, you can know that IR Studies many things and courses that you must study about it. It’s considered a branch of Political Science, but it’s a “mom of Social and Politics studies”. Why? Because, you must study about Politics, History (International History about War, Threaty, and Diplomacy), Economics (International Political Economy, International Economics, and another things about Economy on IR studies), Sociology, Antropology, Psychology (for studies about Propaganda), IO, Culture (Languages), Philosophy, and many else that I can’t tell it more. We’re study about many things, subjects, and courses that sometimes people think “we know all the things about world” or “we take many major that we collect it in one major ‘IR’. Sometimes people choose IR studies because they don’t want to study about economics or something about it again. But, you must study about it in some terms. That’s why I will give the “congratulation” to students or peoples that don’t want to study about economics and they choose the IR degrees. If you think IR same as the language and culture studies, better I suggest you to take Language and Literature Studies, than the IR’s one.
    Many of us still think, that when you study about IR’s, you’ve a good prestige to another people, because you’re studies about the “International” or the “Global” studies or subjects that you don’t know it before. I tell you that you don’t need to take IR if you only want to take the prestige one. Because, you must like it. You must like to think, tell, thought, and write about paper or analysis about Global Issues and anothers that I think it’s very hard if you don’t like it before.
    I will tell about the next misconception, there’s “after we graduated, we definetly apply in Foreign Affairs Departement and after that we’re being a diplomat”. I think, there’s not 100% truly, because now the actors of the IR isn’t only states. There are another actors that play on Global Policy maker, like international organizations (IGOs), nongovernmental organizations (NGOs), multinational corporations (MNCs), and global media. Many graduates from IR studies works in MNCs like Citibank, HSBC, Unilever, BBC, CNN and another else. Another graduates take a work in Global NGOs like Hunger bank (foodbank). Many of them choose to works as a Staff in Parlement or National Government (like MPR and DPR in Indonesia, Department, and anothers). Once again, I will tell that many things that we can do and work as a alumnus from IR studies. I promise, that you don’t to be worry to hard find your job. Because, from IR studies, you’ve many things that you can sell it in your “real life” like: Languages, Organizations Skill, Analysis Skill, Writing Skill, Communication Skill, Interpersonal Skill, and International Experience.

BIBLIOGRAPHY
Jackson, Robert dan George Sorensen. Introduction to International Relations: Theories and Approaches, Fifth Edition. Oxford: Oxford University Press. 2013.

Sato, Shiro.Time to rethink theories of international relations from Asian and African perspectives.”

The Jakarta Post, April 1st 2016. Accessed December, 5th 2016


“Mastersportal”. Google. Last Modified March, 27th 2016

“QS TOPUNIVERSITIES”. Google. Last Modified July, 30th 2014
http://www.topuniversities.com/student-info/careers-advice/7-essential-attributes-international-relations-careers